Oleh:
Ahmad
Said Baashen
Mahasiswa
Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Bandung,
Duta Mahasiswa GenRe Kota Bandung 2013 yang tertarik pada bidang
kebahasaan, kependidikan, kependudukan, dan kebudayaan.
Di
atas tataran meja debat dan diskusi, isu kependudukan terus dibahas,
formula-formula baru yang menurut sebagian ahli akan mengurai benang kusut
kependudukan terus “diujicobakan”. Terlebih menjangkau bahwa dalam beberapa
tahun ke depan, Indonesia diperkirakan akan menghadapi persoalan kependudukan
yang mahadahsyat. Bangsa ini diprediksi akan menghadapi triple burden,
yakni peningkatan jumlah penduduk balita, remaja, dan lanjut usia (lansia).
Jika ledakan penduduk tidak segera
diatasi dampak yang paling terlihat adalah persoalan sosial. Angka kemiskinan
dan pengangguran pun akan terus meningkat secara signifikan. Data Badan Pusat
Statistik (BPS) menunjukkan, hingga September 2012 jumlah penduduk miskin
Indonesia mencapai 29,13 juta orang. Seolah tak ingin ketinggalan, angka
pengangguran juga juga meunjukkan tren yang sama, yakni jumlah pengangguran di
Indonesia pada Agustus 2012 mencapai 7,2 juta orang.
Ledakan jumlah penduduk juga
berdampak pada kualitas pendidikan dan indeks pembangunan manusia. United Nations Development Program
(UNDP) menyebutkan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia pada 2011 berada
pada urutan 124 dari 187 negara dengan skor 0,617. Peringkat ini turun dari
peringkat 108 pada 2010. Di ASEAN, Indonesia hanya unggul dari Vietnam, yang
memiliki nilai IPM 0,593, Laos 0,524, Kamboja 0,523, dan Myanmar 0,483.
Paket masalah kependudukan ini telah
menjadi induk dari berbagai masalah lain. Apabila tidak segera ditangggulangi
tidak mustahil mendatangkan efek yang lebih parah lagi dan dapat melumpuhkan
pembangunan nasional. Seolah mendapat pekerjaan rumah tambahan, pemerintah pun
akan semakin sulit untuk memperbaiki masalah kesehatan, pendidikan,
pengangguran, kemiskinan, pangan, dan masalah lain jika jumlah penduduk terus
bertambah tanpa kendali. Jika masalah kependudukan tidak bisa diatasi dengan
baik, bukan tidak mungkin Indonesia akan menghadapi krisis sosial atau bahkan
masalah disintegrasi bangsa.
Aspek kependudukan juga memiliki
peran yang sangat strategis untuk membangun bangsa yang mandiri. Sebagai negara
yang memiliki luas 1.904.345 km persegi, Indonesia dapat dikatakan sebagai
bangsa yang mandiri jika sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara
maksimal untuk kebutuhan dan kemakmuran rakyat. Untuk mencapai itu semua
diperlukan sebuah komitmen dalam mengatur jumlah penduduk. Memberikan sanksi
bagi masyarakat yang tidak setuju dengan upaya pemerintah dalam mengendalikan
jumlah penduduk nampaknya bukan merupakan pilihan yang tepat. Lalu bagaimana?
Diperlukan langkah strategis nan
ciamik guna mencerdaskan masyarakat akan manfaat mengendalikan jumlah penduduk
itu sendiri. Pertama, menggiatkan kembali program KB adalah salah satu
solusinya. KB yang sempat booming di
era Presiden Soeharto ini, kini mulai tidak diminati masyarakat. Padahal, KB
memiliki track record yang baik di
beberapa negara dan KB -yang biasa dikenal sebagai family planning di beberapa negara lain- juga dianggap sebagai
salah satu solusi paling ampuh guna memerangi lonjakan penduduk tak terkendali.
Sebut saja Cina, negara di kawasan Asia Timur yang berhasil mengerem
populasinya berkat family planning
ini.
Kedua, mengadakan Pendidikan Kependudukan juga sebuah cara yang
tak boleh dipandang sebelah mata, pada hakikatnya Pendidikan Kependudukan
adalah cara pendekatan lain terhadap masalah kependudukan, bukan hanya
pendidikan seks, tetapi juga pendidikan keluarga berencana. Lebih jauhnya,
Pendidikan Kependudukan dapat menimbulkan motivasi bagi perencanaan keluarga.
Ketiga, memberikan pemahaman tentang
administrasi kependudukan juga tak kalah penting, hal ini dimaksudkan agar
masyarakat menjadi paham dan sadar akan pentingnya dokumen kependudukan seperti
kepemilikan KTP, KK, dan surat-surat kelahiran. Dengan ini, semoga ke depannya,
kasus anak yang tidak bisa melanjutkan pendidikannya karena absennya
administrasi kependudukan miliknya –seperti yang sempat hangat beberapa waktu
lalu di Surabaya- tidak terulang kembali.
Keempat, transmigrasi pun yang
sempat adidaya pada era orde baru perlu digaungkan kembali, transmigrasi yang
didefinisikan sebagai perpindahan tempat, suatu gerakan yang mempunyai
motivasi, dengan berbagai faktor yang melatarbelakanginya, (Suyitno, 1980:116)
oleh beberapa pakar dianggap sebagai salah satu cara yang sangkil dan mangkus
guna meningkatkan pemerataan pembangunan.
Besar
harapan, semoga dengan diterapkannya upaya-upaya di atas, masalah kependudukan
di Indonesia, seperti jumlah penduduk yang besar, tingkat pertumbuhan penduduk
yang tinggi, penyebaran penduduk yang tidak merata, komposisi umur penduduk
yang timpang, dan masalah mobilitas penduduk yang rendah bisa diminimalisasi
sebagaimana tertuang dalam visi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) yang keberadaannya dikuatkan dengan Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 62 Tahun 2010 dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2010–2014, yakni “Penduduk Tumbuh Seimbang 2015” dengan misi
“Mewujudkan Pembangunan yang Berwawasan Kependudukan dan Mewujudkan Keluarga
Kecil Bahagia Sejahtera” sesuai cita-cita pendahulu kita. Semoga!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar