1. Bandung At A Glance
Bandung, Bandung, Bandung Nelah Kota Kembang
Bandung, Bandung, Sasakala Sangkuriang
Dilingkung Gunung, Heurin Ku Tangtung, Puseur Kota Nu Mulya Parahyangan
Bandung, Bandung, Pangbeubeurah Nu Nandang Muyung
Kota Bandung adalah ibu kota Provinsi Jawa Barat
yang berpenduduk sekitar 2,5 juta orang. Dengan kepadatan sekitar 155
jiwa per hektar, kota ini merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta, dan Surabaya, dan kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Selain itu, bandung juga banyak melahirkan banyak musisi-musisi terkenal, sehingga Bandung mendapat julukan Kota Musisi. Pada zaman dahulu ia dikenal sebagai Parijs van Java (bahasa Belanda) atau "Paris dari Jawa" dan pernah diniatkan menjadi ibukota Hindia-Belanda. Secara geografis, Bandung terletak di dataran tinggi,
sehingga berhawa lebih sejuk bila dibandingkan dengan kota-kota besar
lain di Indonesia. Kota kita yang satu ini pun menyimpan sejarah penting
bagi Indonesia. Di kota ini berdiri perguruan tinggi teknik pertama di Indonesia (Technische Hoogeschool, sekarang ITB), menjadi ajang pertempuran di masa Revolusi Kemerdekaan, serta menjadi tempat berlangsungnya Konferensi Asia-Afrika 1955 --suatu pertemuan yang menyuarakan semangat anti kolonialisme--, bahkan Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru
dalam pidatonya mengatakan bahwa Bandung adalah ibu kotanya
Asia-Afrika. Tak pelak Bandung saat ini menjadi salah satu kota tujuan
utama pariwisata dan pendidikan.
2. Asal-usul Nama Kota Bandung
Kata "Bandung" berasal dari kata bendung atau bendungan karena terbendungnya Sungai Citarum oleh lava Gunung Tangkuban Perahu
yang membentuk telaga. Legenda yang diceritakan oleh orang-orang tua di
Bandung mengatakan bahwa nama "Bandung" diambil dari sebuah kendaraan
air yang terdiri dari dua perahu yang diikat berdampingan yang disebut perahu bandung yang digunakan oleh Bupati Bandung, R.A. Wiranatakusumah II , untuk melayari Ci Tarum dalam mencari tempat kedudukan kabupaten yang baru untuk menggantikan ibukota yang lama di Dayeuhkolot. Pendapat lain menyatakan bahwa kata Bandung berasal dari kata bendung.
Pendapat-pendapat tentang asal dan arti kata Bandung, rupanya berkaitan
dengan peristiwa terbendungnya aliran Sungai Citarum purba di daerah
Padalarang oleh lahar Gunung Tangkuban Parahu yang meletus pada masa
holosen (± 6000 tahun yang lalu). Akibatnya, daerah antara Padalarang
sampai Cicalengka (± 30 kilometer) dan daerah antara gunung Tangkuban
Parahu sampai Soreang (± 50 kilometer) terendam menjadi sebuah danau
besar yang kemudian dikenal dengan sebutan Danau Bandung Purba.
Berdasarkan hasil penelitian geologi, air Danau Bandung diperkirakan
mulai surut pada masa neolitikum (± 8000 - 7000 sebelum Masehi). Proses
surutnya air danau itu berlangsung secara bertahap dalam waktu
berabad-abad.
Secara
historis, kata atau nama Bandung mulai dikenal sejak di daerah bekas
danau tersebut berdiri pemerintah Kabupaten bandung (sekitar dekade
ketiga abad ke-17). Dengan demikian, sebutan Danau Bandung terhadap
danau besar itu pun terjadi setelah berdirinya Kabupaten Bandung.
3. Era Pajajaran
Pada
tahun 1488, daerah yang sekarang dikenal dengan nama Bandung tadinya
adalah ibukota Kerajaan Pajajaran. Tetapi dari penemuan arkeologi kuno,
kita mengetahui bahwa kota tersebut adalah rumah bagi Australopithecus,
Manusia Jawa. Orang-orang ini tinggal di pinggiran Sungai Cikapundung
--yang kini tak layak huni-- sebelah utara Bandung, dan di pesisir Danau
Bandung yang terkenal. Artifak
batu api masih dapat ditemukan di daerah Dago atas dan di Museum
Geologi terdapat gambar dan fragmen dari sisa tengkorak dan artifak.
Pada
umumnya masyarakat Sunda adalah petani-petani yang bergantung pada
kesuburan tanah di Bandung. Mereka mengembangkan tradisi lisan yang
hidup yang didalamnya mencakup pertunjukan wayang golek, dan banyak
jenis pertunjukan musik lainnya.
4. Era Kolonial Belanda
Pencapaian
dari petualangan bangsa Eropa untuk mencoba keberuntungan mereka di
tanah yang subur di Bandung, mengarahkan mereka akhirnya pada tahun 1786
saat pembuatan jalan dibangun menghubungkan Jakarta, Bogor, Cianjur dan
Bandung. Arus ini meningkat pada tahun 1809 saat Louis Napoleon,
penguasa Belanda, memerintahkan Gubernur Jendral H.W. Daendels, untuk
meningkatkan pertahanan di Jawa melawan Inggris. Visinya adalah sebuah
unit rantai pertahanan dan sebuah jalan untuk persediaan barang antara
Batavia dan Cirebon. Tapi daerah pantai ini banyak terdapat rawa-rawa,
dan lebih mudah untuk membangun jalan ke arah selatan, melewati dataran
tinggi Priangan.
The
Groote Postweg (Jalur Pos Terhebat) dibangun 11 mil ke arah utara
sampai ke jantung kota Bandung. Daendels memerintahkan bahwa ibukota
direlokasikan ke jalan tersebut. Bupati Wiranatakusumah II memilih
sebuah tempat di bagian selatan jalan (dari sisi sungai sebelah barat
Cikapundung), dekat sepasang sumur keramat, Sumur Bandung, yang menurut
rumor dilindungi oleh dewi Nyi Kentring Manik. Di daerah ini dia
membangun dalemnya (istananya) dan alun-alun (pusat kota). Mengikuti
orientasi tradisional, Mesjid Agung di tempatkan di sisi selatan, dan
pasar tradisional di sisi timur. Rumahnya dan Pendopo (tempat pertemuan)
terletak di bagian selatan menghadap gunung keramat Tangkuban Perahu.
Saat itulah Kota Kembang lahir.
Sekitar
pertengahan abad ke 19, teh Assam, dan kopi diperkenalkan pada dataran
tinggi. Pada akhir abad itu Priangan terdaftar sebagai daerah pertanian
paling menguntungkan se-provinsi. Pada tahun 1880 rel kereta api
menghubungkan Jakarta dan Bandung telah selesai, dan menjanjikan
perjalanan selama 2 1/2 jam dari keramaian ibukota Jakarta ke Bandung.
Dengan
perubahan gaya hidup di Bandung, hotel, café pertokoan muncul untuk
melayani para petani yang entah datang dari dataran tinggi atau dari
ibukota sampai di Bandung. Kalangan masyarakat concordia
terbentuk dan dengan ruang tarinya yang besar merupakan magnet yang
menarik orang untuk menghabiskan akhir pekan di kota. Hotel Preanger dan
Savoy Homann adalah hotel-hotel pilihan. Tak lupa Braga yang di
sepanjang trotoarnya terdapat toko-toko eksklusif Eropa.
Dengan
adanya rel kereta api, cahaya perindustrian berkembang. Begitu panen
tanaman mentah dapat langsung dikirimkan ke Jakarta untuk pengiriman
lewat laut ke Eropa, sekarang proses utama dapat dilakukan secara
efisien di Bandung.
Orang
Cina yang tidak pernah tinggal di Bandung berangsur-angsur datang untuk
membantu menjalankan beberapa fasilitas dan mesin dan pelayanan bagi
industri-industri baru. Pecinan muncul pada masa ini.
Pada
masa awal abad ini, Pax Neerlandica diproklamasikan, menghasilkan
perubahan dari pemerintahan militer menjadi sipil. Dengan ini muncul
polis tentang desentralisasi untuk meringankan beban administrasi dari
pemerintahan pusat. Dan demikianlah Bandung menjadi kotamadya pada tahun
1906.
Perubahan
ini memberikan dampak besar pada kota. Balai kota dibangun di ujung
utara Braga untuk mengakomodasi pemerintahan yang baru, terpisah dari
sistem masyarakat yang asli. Ini kemudian diikuti oleh pengembangan yang
jauh lebih besar saat markas besar militer dipindahkan dari Batavia ke
Bandung sekitar tahun 1920. Tempat yang dipilih adalah di bagian timur
Balai Kota, dan yang di dalamnya terdapat tempat tinggal bagi panglima
perang, kantor, barak, dan gudang persenjataan.
Pada
awal abad ke-20, kebutuhan untuk mempunyai seorang profesional yang
memiliki kemampuan khusus menggerakan pendirian sekolah tinggi teknik
yang disponsori oleh warga Kota Bandung. Pada saat yang sama rencana
untuk memindahkan ibukota Hindia Belanda dari Batavia ke Bandung sudah
matang, kota ini diperluas ke utara. Distrik ibukota ditempatkan di
bagian timur laut, daerah yang tadinya adalah persawahan, dan sebuah
jalan raya direncanakan untuk dibuat sepanjang 2.5 kilometer menghadap
Gunung Tangkuban Perahu dengan Gedung Sate di ujung selatan, dan sebuah
monumen kolosal disisi lainnya. Pada kedua sisi dari gedung yang megah
ini akan terdapat permukiman bagi kantor-kantor milik permerintahan
kolonial.
Sepanjang
bantaran Sungai Cikapundung di antara pemandangan alam terdapat Kampus
Technische Hoogeschool (ITB), asrama dan bagian pengurus. Bangunan tua
kampus ini dan pemandangannya mencerminkan arsiteknya yang genius, Henri
Maclain Pont. Di bagian barat daya disediakan untuk rumah sakit dan
Institute Pasteur, di lingkungan pabrik kina yang tua. Pembangunan ini
direncanakan dengan sangat teliti mulai dari arsitekturnya dan perawatan
secara detail. Tahun sebelumnya tidak lama sebelum pecahnya perang
dunia ke-2 merupakan tahun keemasan bagi Bandung dan dikenang sebagai
Bandung Tempoe Doeloe.
Dan di masa inilah kota Bandung mendapatkan julukannya.
5. Tonggak Era Kemerdekaan
Setelah
Indonesia merdeka, Bandung menjadi ibukota provinsi Jawa Barat. Bandung
merupakan tempat terjadinya Konferensi Bandung (KAA) pada tanggal 18
April - 24 April 1955 dengan tujuan untuk promosi ekonomi dan kerjasama
budaya antara negara Afrika dan Asia, dan untuk melawan ancaman
kolonialisme dan neokolonialisme oleh Amerika Serikat, Uni Soviet atau
negara-negara imperialis lainnya.
6. Perkembangan Luas Permukaan Kota Bandung
Sejak
dibentuknya Kota Bandung menjadi suatu daerah otonom pada 1 April 1906,
Kota Bandung telah beberapa kali mengalami perluasan permukaan wilayah
daerahnya, yaitu sebagai berikut:
§ Tahun 1906 - 1917, Pada hari pembentukan kota Bandung menjadi daerah otonom tanggal 1 April 1906 mempunyai luas 1.912 Ha
§ Tahun 1917 - 1942, Sejak tanggal 12 Oktober 1917 daerah kota Bandung telah diperluas menjadi 2.871 Ha
Berdasarkan
penelitian dan penelaahan dari seorang ahli bangunan kota, Prof. Ir.
Thomas Karsten bahwa pada tahun 1930 telah direncanakan perluasan daerah
kota Bandung dalam jangka waktu 25 tahun berikutnya. Perlunya
perluasan tersebut dari 2.871 Ha menjadi 12.758 Ha berdasarkan
pertimbangan bahwa penduduk kota Bandung dengan pertambahan normal pada
akhir 1955 diperkirakan akan menjadi 750.000 jiwa, rencana ini dikenal
dengan sebutan "Plan Karsten".
7. Renungan
Kota
Bandung saat ini sudah mengalami evolusi. Dahulu pernah dijuluki Parijs
van Java, namun kini sebagian orang menganggap Bandung sudah terlalu
padat, macet, dan tidak lagi sejuk. Pembangunan demi pembangunan
dilakukan, yang seringkali memicu kontroversi. Para remaja pun umumnya
tidak memahami sejarah kota ini sehingga mereka tidak memiliki rasa
cinta terhadap kota Bandung.
Gemah Ripah Wibawa Mukti
(arti: tanah subur, rakyat makmur) adalah sepenggal kalimat yang
menjadi motto Kota Bandung dalam perkembangannya. Bila kita bandingkan,
hal itu sangatlah tidak relevan dengan kondisi Kota Bandung masa kini.
Bila kita ingin mewujudkan motto itu, sudah seharusnya kita selaku warga
Kota Bandung bekerja sama dengan Pemerintah Kota Bandung untuk
mengembalikan masa kejayaan Bandung seperti dulu lagi, misalnya: dengan
menjaga lingkungan kota, mewujudkan moral masyarakat Bandung yang soméah hadé ka sémah, serta menjaga nama baik Bandung. Sehingga pada akhirnya para karuhun
Bandung pun bisa tersenyum melihat Kota Bandung yang berkembang dengan
pesat tanpa meninggalkan nilai-nilai tradisional leluhurnya.
8. Saran
Bandungku
kini sudah tua, kulitnya mulai keriput (kondisi jalanan rusak berat),
dan rambutnya pun sudah banyak yang rontok (pepohonan ditebangi), tahun
ini usianya genap 2 abad lebih tanggal 25 September kemarin. Berbeda
dengan perayaan ulang tahun lainnya, Bandung tak perlu semarak
kemeriahan baliho di sana-sini yang bertuliskan “Selamat Hari Ulang
Tahun yang ke-201 Kota Bandung”, Bandung juga tak perlu kue besar,
hadiah, atau ucapan selamat dari teman-teman sekalian. Bandung hanya
butuh perhatian dari warga kotanya, (dalam bentuk: merawat kondisi
lingkungan Bandung, memelihara kebudayaan luhur peninggalan zaman dahulu
dan sebagainya) serta rasa sayang dan cinta kita dalam hidup di kota
ini. Hingga pada saatnya nanti, kita semua akan tersenyum bersama
Bandung dalam menyongsong hari-hari ke depan.
9. Sumbernya Bos:
a. Buku:
Atja & Ekajati, E. S. 1989. Carita Parahiyangan, Karya Tim PimpinanPangeran Wangsakerta. Bandung: Yayasan Pembangunan Jawa Barat.
Widjajakoesoema, R. A. 1960. Babad Pasundan . Bandung: Ganaco.
Wismulyadi, Endar. 2006. Sejarah Kelas 2 Untuk SMA. Bandung: Cempaka Putih.
Supriatna, Nana. 2006. Sejarah Untuk Kelas XI IPA Jilid 2. Bandung: Grafindo.
b. Sumber Lain:
Ensiklopedi Nasional Indonesia 1990.
Harian Pikiran Rakyat, 21 April 2010.
Sejarah Nasional Indonesia 1990.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Bandung (diakses 9 April 2010)
http://www.bandung.go.id (diakses 9 April 2010)
http://www.bandung.go.id/?fa=pemerintah.detail&id=327 (diakses 9 April 2010)